Senin, 22 Agustus 2011

PENDIDIKAN MORAL VS IPTEK ^_^


Mencengangkan! Mungkin kata itu yang patut untuk menggambarkan kondisi moral remaja saat ini.
Pembangunan yang dilakukan selama lebih dari 65 tahun masih menyisahkan banyak lubang. Salah satu lubang yang masih menganga dari pembangunan itu adalah keadaan para penerus pembangunan bangsa yang saat ini sering melakukan kegiatan bertolak belakang dengan kepribadian bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila sebagai Dasar Negara.
Pada kenyataannya pendidikan moral sebagian sudah ditanamkan sejak dalam kandungan seorang ibu. Apalagi ketika anak itu sudah memasuki dunia pendidikan, yang pastinya mendapat pembelajaran pendidikan moral. Seperti pelajaran PPPKN dan Agama yang sudah cukup untuk pedoman atau benteng dalam menghadapi kehidupan di masyarakat nanti.
Pada umumnya di setiap sekolah memberikan pengajaran pendidikan moral seperti PPKN dan Agama masing-masing 2 jam pembelajaran. Tetapi faktanya, di dalam negeri ini para generasi muda masih banyak yang bersikap pasif bahkan negatif dalam mengisi kemerdekaan Negara Indonesia. Banyaknya tingkah laku tercela yang dilakukan seperti, tawuran antar pelajar, Hp para pelajar yang berisi video porno, maraknya para pelajar yang menjadi PSK, remaja yang cenderung kurang hormat atau berani melawan terhadap orang tua dan guru, kurang disiplin dalam beribadah, mudah terpengaruh aliran sesat, pendendam, menjadi pemakai obat-obatan, berkata tidak sopan, pendusta, dan tidak bertanggungjawab. Parahnya, semua kegiatan ini dilakukan bukan hanya kalangan pelajar SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi melainkan anak SD sudah banyak yang melakukan hal tersebut. Terus siapakah yang perlu disalahkan atas meningkatnya perilaku menyimpang yang dilakukan para remaja ini, orang tua, guru, teman, lingkungan atau siapa???
Sudah tampak jelas bahwa yang pertama kali terseret namanya adalah orang tua (keluarga) dan yang ke dua adalah sekolah. Semua mengira sekolah atau dunia pendidikan sangat kurang dalam pemberian pendidikan moral, padahal pembelajaran moral sudah diberikan lebih dari cukup di sekolah. Apabila di sekolah hanya diberikan pendidikan moral atau 55% pendidikan moral dan 45%nya ilmu pengetahuan(IPTEK), maka kemungkinan besar tingkat IPTEK bangsa Indonesia akan menurun drastis. Dan apabila kemajuan melalui pengembangan IPTEK oleh manusia yang tidak seimbang dengan kemajuan moral akhlak, telah memunculkan gejala baru berupa krisis akhlak terutama terjadi dikalangan remaja yang memiliki kondisi jiwa yang labil, penuh gejolak dan gelombang serta emosi yang meledak-ledak ini cenderung mengalami peningkatan karena mudah dipengaruhi.
            Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sahabat Anak Remaja (Sahara) Indonesia Foundation pada Tahun 2007 sedikitnya ada 38.288 remaja di Kabupetan Bandung diduga pernah melakukan hubungan intim di luar nikah atau melakukan seks bebas. Hasil penelitian PLAN Internasional mengemukakan bahwa dari 300 responden yang berdomisili di 3 kelurahan di Surabaya ada 64% responden yang pernah melakukan seks bebas dan mereka masih berstatus sebagai pelajar SLTP dan SLTA, yang lebih menggegerkan di Kota Yogya hasil penelitian seks pra nikah yang dipublikasikan sebuah lembaga bahwa diketahui 97,05% dari jumlah 1.660 responden yang berstatus mahasiswi pernah melakukan sekls bebas.
            Bukti lain tentang kemerosotan akhlak remaja dapat dilihat dari hasil temuan Tim Kelompok Kerja Penyalahgunaan Narkotika Depdiknas Tahun 2004 yang mengemukakan bahwa dari 4 juta pecandu nerkotika terdapat 20% pecandu narkotika yang berstatus anak sekolah usia 14-20 tahun. Menurut Badan Narkotika Nasional hingga saat ini pecandu narkotika bukan hanya terjadi di kota-kota besar akan tetapi sudah meluas sampai ke pelosok-pelosok daerah.
            Fenomena-fenomena yang tampak seperti yang dikemukakan diatas merupakan krisis moral atau permasalahan akhlak yang dialami para remaja dewasa ini. Oleh karena itu pendidikan dalam semua aspek kehidupan harus dilakukan dalam rangka membentuk kepribadian yang seimbang
yakni 50% pendidikan moral dan 50% IPTEK.
Selama ini yang membuat kegagalan dalam penanaman moral adalah kurang adanya penerapan dari generasi sebelumnya yang bisa digunakan sebagai teladan untuk generasi sekarang. Hanya teori saja yang diberikan serta kurangnya hubungan antara dunia keluarga, pendidikan, dan sosial yang membuat penerapan pendidikan moral hanya berjalan sebagian, ibarat “orang berjalan hanya menggunakan satu kaki”.
Namun kesalahpahaman masyarakat yang perlu diluruskan adalah bukan semua perbuatan tercela yang dilakukan generasi muda adalah kesalahan dari pihak sekolah yang kurang memberikan pembelajaran pendidikan moral melainkan kurangnya kerja sama dari keluarga sebagai pembentuk moral utama dan sekolah sebagai penambah materi pendidikan moral yang mulai kompleks serta masyarakat sebagai tempat praktik atau penerapan dari pembelajaran yang telah diterima.
Jadi untuk meredam kerusakan moral yang dialami generasi muda saat ini tidak perlu adanya sekolah memberikan tambahan porsi untuk pendidikan moral. Tetapi, hidup seimbang adalah salah satu penanganan kegagalan rusaknya moral di Indonesia, apabila ada salah satu faktor yang ditonjolkan dan mengesampingkan faktor lain kemungkinan besar keteraturan sosial tidak dapat tercipta seutuhnya. Tetapi yang perlu menjadi pedoman utama adalah peraturan Agama, yang dapat menghalangi atau menjadi ranjau apabila akan melakukan perbuatan yang buruk. Kita harus yakin , kerusakan moral dapat diminimalisir di negeri Indonesia tercinta ini, tentunya dengan usaha, doa dan support dari berbagai pihak, demi bangsa Indonesia yang besar dan bermartabat. Semoga! (“)